Penguatan Kapasitas Laboratorium: Kementan Adakan Bimbingan Teknis Skrining Residu Antibiotik
Bogor - Kementerian Pertanian (Kementan) mendukung penuh pelaksanaan pemeriksaan, pengujian, serta sertifikasi keamanan serta mutu produk hewan nasional yang andal dan bertaraf internasional, sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing produk hewan Indonesia, menjamin perlindungan konsumen, juga memperkuat sistem jaminan keamanan pangan secara berkelanjutan.
Kementan melalui Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) Bogor menyelenggarakan Bimbingan Teknis cara mendeteksi residu antibiotika 6 golongan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7424:2024 pada 14–16 Juli 2025. Kegiatan ini dihadiri perwakilan Balai Veteriner di wilayah di Indonesia, Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) dan Balai Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (BKHKMV) Jawa Barat.
Pemberian antibiotik yang tidak bijak dan tidak bertanggungjawab pada ternak dan pemotongan ternak sebelum masa henti obat (withdrawl time) menyebabkan residu antibiotik masih berada dalam organ ternak. Pelatihan ini bertujuan untuk membantu peserta memahami cara mendeteksi residu antibiotik dalam produk pangan asal hewan.
Dinar Hadi Wahyu Hartawan, Kepala BPMSPH Bogor menyampaikan, "Kami berupaya memastikan bahwa seluruh laboratorium pengujian di Indonesia memiliki kemampuan yang setara dan terkini dalam mendeteksi residu antibiotik. Penerapan SNI 7424:2024 adalah langkah konkret untuk mewujudkan harmonisasi metode dan meningkatkan kepercayaan terhadap hasil uji laboratorium kita, baik di tingkat nasional maupun internasional,”
SNI 7424:2024 ini merupakan versi terkini dari SNI 7424:2008, perbedaannya terletak pada ruang lingkup yang diperluas serta metode pengujian yang disempurnakan agar lebih akurat dan sesuai dengan perkembangan teknologi. Produk pangan yang diuji meliputi daging, telur, susu, dan jeroan.
Ketut Wirata, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, menjelaskan bahwa kegiatan ini adalah tindak lanjut dari hasil evaluasi kemampuan laboratorium dalam mendeteksi residu antibiotik yang sudah dilaksanakan sebelumnya. “Sebagai tindak lanjut terhadap hasil evaluasi uji profisiensi, diperlukan langkah harmonisasi metode deteksi residu antibiotik 6 golongan. Hal ini penting untuk memastikan kehandalan dan keakuratan hasil uji di seluruh laboratorium,” terang Ketut.
Melalui penerapan SNI 7424:2024 yang telah diperbarui, kegiatan bimtek ini diharapkan dapat menjaga keamanan pangan dan meningkatkan kualitas produk hewan di Indonesia.