Menuju Swasembada Pangan, Kementan Bahas Serius Kebijakan Pembangunan Peternakan
Tangerang — Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) menjadi kebutuhan untuk memperkuat sistem peternakan nasional, sekaligus menjawab tantangan ketersediaan pangan hewani. Hal ini disampaikan dalam Seminar Nasional “Revitalisasi Kebijakan Pembangunan Peternakan Melalui Revisi UU PKH dalam Rangka Pencapaian Swasembada Pangan Asal Ternak” yang diselenggarakan pada rangkaian acara ILDEX 2025, di ICE BSD, Kamis (18/09).
Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nuryani Zainuddin, mewakili Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, menekankan revisi regulasi diperlukan agar pembangunan peternakan memiliki payung hukum yang kuat dan adaptif terhadap perkembangan zaman. “Revisi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan ditujukan untuk memperkuat sistem penyelenggaraan peternakan, menjamin keberlanjutan usaha, serta mendukung pencapaian swasembada pangan asal ternak,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Kami ingin memastikan setiap rumah tangga di Indonesia dapat mengakses protein hewani yang aman, bergizi, dan terjangkau, sekaligus memberikan kepastian usaha bagi para peternak.”
Deputi Bidang Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Leonardo Adypurnama, mewakili Menteri PPN/Bappenas, menyoroti kesenjangan produksi dan kebutuhan daging sapi serta susu di dalam negeri. Produksi unggas dan telur relatif stabil bahkan surplus, daging sapi dan susu masih defisit dengan tren gap yang semakin besar. “Program Makan Bergizi Gratis membutuhkan pasokan protein hewani dalam jumlah besar. Karena itu, peningkatan produksi daging sapi dan susu menjadi prioritas yang harus kita capai melalui sinergi pemerintah, swasta, dan masyarakat,” katanya.
Bappenas menyampaikan beberapa langkah strategis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, antara lain penguatan bibit sapi lokal melalui teknologi genetika, pengembangan investasi peternakan di luar Pulau Jawa, diversifikasi produk olahan susu, serta pembangunan rantai pasok terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, I Ketut Wirata, menambahkan kegiatan prioritas Kementerian Pertanian untuk menopang swasembada pangan asal ternak. Pertama, penyediaan bibit dan penambahan indukan. Kedua, pengendalian penyakit hewan menular strategis. Ketiga, penyediaan pakan dengan dukungan teknologi. Keempat, penjaminan mutu dan keamanan produk. Kelima, penguatan hilirisasi produk peternakan agar mampu bersaing di pasar domestik maupun internasional.
“Target produksi 2025 mencakup 4,9 juta ton daging, 6,8 juta ton telur, dan 0,8 juta ton susu. Hingga September 2025, realisasi sudah mencapai sekitar 70 persen, dan kami optimistis target tersebut akan terpenuhi,” ungkapnya. Ia menambahkan, surplus pada komoditas unggas dan telur harus diikuti dengan upaya perluasan pasar ekspor, sementara defisit daging sapi dan susu ditangani melalui program percepatan produksi yang tengah disiapkan dalam bentuk Instruksi Presiden.
Revisi UU PKH juga dipandang selaras dengan amanat UU Pangan, yakni menjamin ketersediaan pangan yang aman, bergizi, dan berkelanjutan. Peran strategis sektor peternakan tidak hanya sebagai penyedia protein hewani, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan peternak, membuka lapangan kerja, serta memberi kontribusi signifikan terhadap PDB nasional, menuju Indonesia Emas 2045.